Halaman

Minggu, 05 Oktober 2014

Suara Yang Mengelilingi Bumi 4 Kali

Pada tanggal 27 Agustus 1883, bumi mendengar suara yang sangat keras yang belum belum pernah terjadi lagi sejak saat itu.


Pada pukul 10:02 waktu setempat suara sangat keras muncul dari pulau Krakatau, yang berada di antara Jawa dan Sumatera di Indonesia. Suara itu terdengar 2000 km jauhnya di pulau-pulau Andaman dan Nicobar; juga terdengar 3200 km jauhnya di New Guinea dan Australia Barat, dan bahkan 4800 km jauhnya di pulau Samudra Hindia Rodrigues, dekat Mauritius. Secara keseluruhan, suara itu terdengar oleh orang-orang di lebih dari 50 lokasi geografis yang berbeda.

Jadi apa yang mungkin membuat suara yang keras seperti itu? Sebuah gunung berapi di Krakatau baru saja meletus dengan kekuatan begitu besar sehingga merobek pulau hingga terpisah, memancarkan segumpal asap yang mencapai 27 kilometer ke atmosfer, menurut seorang ahli geologi yang menyaksikan peristiwa itu. Suara ledakan yang dihasilkan oleh gunung krakatau berjalan sekitar 2500 km per jam, atau sekitar 2 kali kecepatan suara.

Ledakan ini menciptakan tsunami yang mematikan dengan gelombang setinggi lebih dari 30 meter. Seratus enam puluh lima desa pesisir dan permukiman hanyut dan hancur seluruhnya. Pemerintah kolonial Belanda pada saat itu memperkirakan korban tewas sebanyak 36.417 jiwa, sementara perkiraan lain melebihi 120,000 jiwa​.

Kapal Inggris Norham Castle berada 64 km dari Krakatau pada saat ledakan. Kapten kapal menulis di log-nya, “Begitu kuatnya ledakan sehingga memecahkan gendang telinga lebih dari setengah kru saya. Pikiran terakhir saya adalah istri saya tercinta. Saya pikir kiamat telah datang.”
Bulatan Putih menunjukkan area dimana suara letusan Krakatau terdengar
Bulatan putih menunjukkan area dimana suara letusan Krakatau terdengar

Secara umum, suara disebabkan oleh fluktuasi tekanan udara. Sebuah barometer di pabrik gas Batavia (160 km jauhnya dari Krakatau) mencatat lonjakan tekanan pada lebih dari 2,5 inci mercury. Yang jika dikonversi berarti lebih dari 172 desibel dari tekanan suara, suara yang tak terbayangkan keras.

Untuk menempatkannya dalam konteks, jika Anda mengoperasikan mesin bor, anda akan dikenakan sekitar 100 desibel. Ambang batas pendengaran manusia untuk nyeri sekitar 130 desibel, dan jika Anda cukup malang, berdiri di samping mesin jet, Anda akan mengalami suara 150 desibel. (Peningkatan 10 desibel dianggap oleh orang-orang seperti terdengar sekitar dua kali lebih keras). Ledakan Krakatau tercatat 172 desibel pada jarak 160 kilometer dari sumbernya. Ini sangat sangat keras, dan ini melanggar batas dari apa yang kita maksud dengan “suara.”

Bila Anda bersenandung atau berbicara meski sepatah kata, Anda menggoyangkan molekul udara bolak-balik puluhan atau ratusan kali per detik, menyebabkan tekanan udara menjadi rendah di beberapa tempat dan tinggi di tempat lain. Semakin keras suara, semakin intens goyangan ini, dan semakin besar fluktuasi tekanan udara.
Tapi ada batas untuk seberapa keras suara bisa lakukan goyangan. Pada titik tertentu, fluktuasi tekanan udara yang begitu besar membuat daerah tekanan rendah mencapai tekanan nol (vakum) dan Anda tidak bisa mendapatkan yang lebih rendah dari itu. Batas ini terjadi di sekitar 194 desibel untuk suara di atmosfer bumi. Jika lebih keras dari itu, suara tidak lagi hanya lewat melalui udara, tapi benar-benar mendorong udara bersama dengannya, menciptakan semburang tekanan udara yang bergerak yang dikenal sebagai gelombang kejut.

Kembali ke Krakatau, suara ledakannya melebihi batas ini, menghasilkan semburan udara bertekanan tinggi yang begitu kuat sehingga memecahkan gendang telinga para pelaut yang berada 64 km jauhnya. Saat suara ini berjalan ribuan km, mencapai Australia dan Samudera Hindia, goyangan pada tekanan mulai melemah, hingga terdengar hanya seperti tembakan yang jauh. Lebih dari 4800 km, gelombang tekanan tumbuh terlalu kecil untuk di dengar oleh telinga manusia, tetapi terus menyapu dan seterusnya, bergema selama berhari-hari di seluruh dunia. Atmosfer berdering seperti bel, tak terdengar oleh kita, tetapi terdeteksi oleh instrumen kita.

Pada akhir agustus 1883, stasiun cuaca di sejumlah kota di seluruh dunia menggunakan barometer untuk melacak perubahan tekanan atmosfer. Enam jam 47 menit setelah ledakan Krakatau, lonjakan tekanan udara terdeteksi di Calcutta. Setelah 8 jam, denyut mencapai Mauritius di barat dan Melbourne serta Sydney di timur. 12 jam kemudian, St. Petersburg mencatat denyut, diikuti oleh Wina, Roma, Paris, Berlin, dan Munich. Saat 18 jam setelah ledakan, denyut telah mencapai New York, Washington DC, dan Toronto. Hebatnya, selama 5 hari setelah ledakan, stasiun cuaca di 50 kota di seluruh dunia mengamati lonjakan tekanan yang belum pernah terjadi sebelumnya ini, kembali tercatat kira-kira setiap 34 jam. Itulah kira-kira berapa lama waktu yang dibutuhkan suara untuk bepergian mengelilingi bumi.

Secara keseluruhan, gelombang tekanan dari Krakatau mengelilingi dunia tiga sampai empat kali di setiap arah. Sementara itu, stasiun pasang surut yang jauh seperti India, Inggris, dan San Francisco mencatat bahwa kenaikan gelombang laut simultan dengan denyut udara ini, efek yang belum pernah terlihat sebelumnya. Suara yang tidak bisa lagi didengar tersebut terus bergerak di seluruh dunia, sebuah fenomena yang dijuluki sebagai “gelombang udara yang besar.”

Baru-baru ini, sebuah video letusan gunung berapi yang luar biasa direkam oleh pasangan yang sedang berlibur di Papua Nugini mulai viral di internet. Jika Anda menontonnya, video ini memberi Anda ‘rasa’ dari gelombang tekanan yang diciptakan oleh gunung berapi.


Ketika gunung berapi meletus, menghasilkan lonjakan tiba-tiba tekanan udara. Anda benar-benar dapat melihatnya ketika gelombang tersebut bergerak melalui udara, mengkondensasi uap air menjadi awan saat ia bergerak. Orang-orang yang mengambil video untungnya cukup jauh sehingga gelombang tekanan perlu waktu untuk menjangkau mereka. Ketika gelombang itu akhirnya menghantam perahu, sekitar 13 detik setelah ledakan, Anda mendengar apa yang terdengar seperti suara tembakan yang keras disertai dengan ledakan tiba-tiba udara. Mengalikan 13 detik dengan kecepatan suara memberitahu kita bahwa perahu itu sekitar 4,4 kilometer jauhnya dari gunung berapi. Hal ini agak mirip dengan apa yang terjadi di Krakatau, kecuali suara tembakan dalam kasus krakatau bisa didengar bukan hanya 4 kilometer-an tapi 4000-an kilometer jauhnya, sebuah demonstrasi yang luar biasa dari kekuatan destruktif yang sangat besar yang dapat dilepaskan oleh alam.