Ajanta adalah sekelompok 30 gua dengan ukuran yang berbeda yang
digali pada batu besar pada sebuah bukit yang berbentuk tapal kuda yang
menghadap sungai sempit yang disebut Waghora. Setiap gua terhubung ke
sungai dengan tangga-tanga, yang sekarang telah dibongkar dan hanya
beberapa sisa-sisa yang tertinggal. Gua-gua ini dinamai sesuai dengan
nama desa terdekat yang disebut Ajanta. Dalan gua-gua ini terdapat
mahakarya seni lukis keagamaan Buddha, dengan tokoh-tokoh Buddha dan
penggambaran cerita yang menceritakan tentang kehidupan Buddha
sebelumnya.
Gua dibangun dalam dua tahap mulai sekitar abad ke-2 sebelum masehi, dan kelompok
kedua dibangun sekitar 400-650 sesudah masehi. Pendeta-pendeta Buddha singgah ke
tempat yang tenang ini selama musim hujan, dan karena mereka memiliki
banyak waktu selama singgah, mereka menggunakannya untuk memperdalam
agama mereka melalui doa dan diskusi.
Ada dua jenis gua-Vihara dan mengambarkan Chaitya Griha. Vihara adalah
biara digunakan untuk tinggal dan beribadah. Berupa ruang persegi dengan
ruang-ruang lebih kecil di sepanjang dinding samping. Ruang-ruang kecil
ini digunakan oleh para biarawan untuk istirahat dan kegiatan lain
sementara ruang persegi besar sentral untuk berdoa. Bagian depan vihara
sering ditandai dengan teras bertiang, dengan ruang lain di dalam pintu
berjalan sejajar dengan teras. Jenis lain dari gua, Chaityagrihas,
adalah ruang yang digunakan untuk sembahyang. Ini adalah terowongan
panjang seperti gua dengan pilar-pilar bulat pada kedua sisi. Pada ujung
gua ditempatkan stupa, yang merupakan simbol dari Sang Buddha.
Gua ini ditinggalkan dua kali. Pertama untuk jangka waktu hampir 300
tahun, karena penduduk setempat telah berpindah agama menjadi Hindu.
Gua-gua dan penggalian menjadi bersemangat lagi saat Kaisar Harishena
dari Dinasti Vakataka naik tahta, tapi kemudian ditinggalkan sekali lagi
saat kematian Harisena pada tahun 477 sesudah masehi. Kali ini menunggu selama
hampir 1.000 tahun sampai John Smith, seorang perwira Inggris untuk
Madras Presidency, secara tak sengaja menemukan pintu masuk ke Gua Nomor
10, pada tanggal 28 April 1819, saat berburu harimau. John benar-benar
merusak dinding dengan menuliskan nama dan tanggal penemuannya, meskipun
tulisan tersebut jauh dari pandangan mata yang normal sekarang, karena
saat ia menulisnya, ia berdiri di atas reruntuhan setinggi lima kaki
yang terkumpulkan secara alami selama ratusan tahun.
Ajanta dan Ellora adalah sama-sama gua batu monumental yang dipotong dan
dipahat pada sebuah bukit batu. Keduanya sama-sama mendefinisikan seni
dan prestasi arsitektur India. Meskipun dua monumen ini dipisahkan oleh
jarak sekitar 100 kilometer mereka sering disebutkan bersama karena
estetika dan kepentingan mereka yang sama dan fakta bahwa keduanya
terletak di distrik Aurangabad Maharashtra. Sementara Ajanta dikenal
dengan lukisan-lukisan nya yang indah yang dibuat pada dinding gua yang
bertema agama Buddha, Ellora dikenal dengan patung-patung dan arsitektur
milik tiga agama yang berbeda, yang berlaku di India saat itu, yaitu
Buddha, Hindu dan Jain.